Sudahkah anda bertaubat ? sebab manusia tak luput dari kesalahan dan dosa,berikut adalah jalan menuju taubat yang di ridhoi ALLAH SWT.artikel islami tentang jalan menuju taubat
Siapa sih di antara kita yang tidak pernah berbuat dosa? Tentu hampir semua dari kita pernah berbuat dosa. Baik dosa besar atau dosa kecil. Sebab kekhilafan dan kesalahan laiknya kerikil dan lubang di jalan kehidupan yang kita lalui. Terkadang maksud hati ingin menghindari, tapi tak dinyana kaki malah tergelincir dan terperosok dalam lubang. Mencoba berusaha cermat meniti jalan, namun tetap saja tanpa disadari kaki tengah atau telah menginjak lubang kesalahan.
Oleh karenanya taubat adalah keharusan. Sebab manusia tak luput dari dosa. Seandainya terbebas dari maksiat dari dosa anggota tubuh, maka belum tentu dapat lepas dari dosa hati. Pun, ketika terbebas dari dosa hati maka belum tentu luput dari gangguan setan yang menjauhkan dari dzikir kepada Allah. Karena kita lebih sering lalai.
Taubat adalah pilihan
Menyadari hal itu tentu saja taubat adalah pilihan bagi yang telah berbuat dosa. Adalah suatu kemustahilan manusia terbebas dari dosa. Manusia yang baik bukanlah yang tak pernah berbuat dosa. Sebab dia dapat terjatuh kepada dosa yang lebih besar yakni ujub karena “merasa” bebas dari dosa.
Padahal ujub sendiri merupakan dosa yang tak kalah besar. Bahkan dosa inilah yang menjadikan iblis dikeluarkan dari jannah dan membuatnya enggan bertaubat. Berbeda dengan Adam. Dia memang melakukan dosa besar karena telah menerjang larangan Allah. Namun dia menyadari dosa yang telah dilakukan dan bertaubat.
Sebenarnya, di kehidupan ini ada dua tipe makhluk Allah. Mereka yang mau bertaubat dan mereka yang dzalim. Siapapun yang tidak mau bertaubat maka dia orang yang dzalim. Meskipun dia banyak berbuat baik. Dia dikatakan dzalim karena pandangannya yang picik, tidak mau mengakui kesalahan-kesalahannya. Oleh karenanya Rasulullah `mengingatkan:
“Setiap anak Adam pasti bersalah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.” (H.R. Ibnu Majah, al Albani mengatakan sebagai hadits hasan)
Tak cukup istighfar
Pada dasarnya istighfar merupakan ungkapan pengakuan dosa. Ketika seseorang mengucapkan istighfar maka dia mengakui bahwa dirinya telah melakukan dosa dan dia meminta ampun kepada Allah. Namun, tak semua dosa yang dilakukan cukup hanya mengucapkan istighfar.
Ketika seseorang betul-betul berniat bertaubat dengan sebetul-betulnya maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya:
- Berhenti dari dosa itu
Taubat nasuha tidak hanya dengan ucapan “aku bertaubat” tapi tetap saja enjoy dengan dosa. Sebab, taubat yang hanya di lisan tanpa diikuti dengan meninggalkan dosa adalah taubatnya pendusta. Fudhail bin Iyadh berkata: “Istighfar tanpa memutus diri dari maksiat adalah taubatnya para pendusta.”
Tentunya ketika seseorang bertaubat maka dia harus “berani” memutus hubungan dengan dosa tersebut. Bahkan para ulama mengatakan tidak sah taubatnya seseorang yang masih melaksanakan dosa.
- Menyesal atas dosa yang dilakukan
Bukan justru sebaliknya yakni berbangga diri atas dosa yang pernah dilakukan. Malahan ada sebagian orang yang mengaku bertaubat tapi dengan bangganya menceritakan dosa masa lalunya. Bukan untuk diambil faedah dari kisah tersebut. Bahkan terkesan dia “menyesal” karena telah bertaubat. Padahal yang seperti ini menjatuhkan dirinya kepada dosa lain yang lebih besar. Yakni mujaharoh. Rasulullah ` bersabda:
“Semua umatku diampuni kecuali Mujahirin (yang melakukan dosa terang-terangan). Termasuk mujaharoh (perbuatan dosa terang-terangan) adalah seorang laki-laki yang melakukan dosa di malam hari. Kemudian memasuki pagi hari dia berkata ya fulan, tadi malam aku melakukan perbuatan begini… dan begini….. Padahal Allah telah menutup dosanya, namun di pagi hari dia menyingkap tabir Allah tersebut.” (H.R. Bukhori)
- Bertekad untuk tidak mengulangi
Inilah syarat ketiga yang harus dilalui bagi mereka yang bertaubat. Tekad baja untuk menjauhi dosa haruslah terpatri kuat di dalam dada. Tentu saja juga dengan menjauhi semua wasilah yang dapat menghantarkan kepada dosa tersebut.
- Apabila berkaitan dengan hak adami maka meminta kehalalannya
Maksudnya apabila berkaitan dengan harta atau kehormatan seseorang maka harus meminta kehalalannya. Suatu ketika imam Ahmad ditanya oleh putranya tentang seorang yang mengkhianati harta orang lain. Kemudian dia menginfakkannya dan menghabiskannya. Selang beberapa lama, diapun menyesali perbuatannya tersebut. Akan tetapi dia sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Dalam keadaan seperti ini apakah apabila dia mati akan terbebas dari tanggungan? Maka imam Ahmad pun menjawab: “Laki-laki tersebut harus memenuhi hak orang tersebut dan apabila dia mati maka dia memiliki tanggungan atasnya.”
Begitu pula seseorang yang ingin bertaubat dari dosa ghibah. Dia tidak cukup dengan bertaubat kepada Allah. Namun juga meminta kehalalan ataupun meminta maaf kepada orang yang dighibah.
Khotimah
Setiap kali melakukan kesalahan atau kemaksiatan, kita tidak pernah tahu pasti apakah dosa yang telah kita lakukan itu diampuni atau tidak. Semua yang usaha di atas merupakan pengejawantahan atas perintah Allah agar kita senantiasa bertaubat setiap kali berbuat dosa. Karena kita bukanlah makhluk yang sempurna.
{ 0 komentar.. read them below or add one }
Posting Komentar